Pemerintah Harus Berani Stop Jual Gas Murah ke China
Pemerintah Indonesia diminta untuk segera melakukan perubahan dalam perjanjian jual beli gas dengan pemerintah China. Pasalnya, kerugian negara atas penjualan gas murah ke China diperkirakan sekitar Rp 500 triliun per tahun.
Menurut pengamat migas dari Universitas Indonesia, Kurtubi, harus ada pihak yang bertangggung jawab atas penjualan gas murah tersebut selama 25 tahun. Ia memaparkan di negara manapun tidak ada yang mengunci mati kontrak harga gas, termasuk di negara komunis sekalipun.
"Jika ada pelanggaran hukum, maka dengan rekomendasi ini, Indonesia bisa bilang ke China, kalau tidak mau beli dengan harga yang kami tetapkan, maka penjualan gas akan dihentikan. Itu caranya kalau mau, dan kalau berani juga. Saya juga bisa katakan, kalo ada pelanggaran maka China bisa kita sebut 'mencuri'," papar Kurtubi dalam diskusi KAMERAD bertajuk 'Stop Penjualan Gas Murah ke Fujian China', di Warung Daun Cikini, Rabu (12/3/2014).
Dikatakannya, akibat penjualan gas murah yang tak kunjung dinaikan harganya meski harga gas naik, negara mengalami kerugian yang berdampak kepada kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian, kata dia, pemerintah harus berani membentuk tim independen yang kredibel dengan anggota yang dipercaya masyarakat internasional. Tugas tim independen itu adalah menginvestigasi proses survei, pembangunan energi tangguh, hingga penjualan gas murah.
Dalam kesempatan itu, Kurtubi juga mengatakan bahwa selama 12 tahun dirinya berjuang untuk menghentikan apa yang dilakukan oleh Indonesia.
"Tahun ini saya mencalonkan diri masuk ke parlemen untuk mengubah hal ini," tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala Urusan Komunikasi dan Publikasi SKK Migas Heru Setyadi mengatakan untuk mengubah kontrak penjualan gas ke China, harus ada kesepakatan antara kedua negara. Karena menurutnya tidak mudah untuk mengubah kontrak tersebut.
"Asumsi untuk harga minyak, kita cari yang terbaik untuk negara. Kontrak itu diubah harus dua belah pihak yang sepakat," katanya.
Ketika itu, kata Heru, pemerintah harus segera membuat keputusan. Karena jika gas itu tidak dijual ke China, Indonesia tidak akan mendapat untung.
"Waktu itu kita mempunyai hubungan baik dengan China. Kalau tidak maka Rp 35 triliun itu tidak akan kita nikmati. Tapi sekarang show must go on," ujarnya.
Adapun pemerintah dinilai lebih senang menjual gas dari Papua ke perusahaan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dengan harga yang tidak sewajarnya. Penjualan gas ke China hanya 3,5 dollar AS per Metrik British Thermal Unit (MMBTU), sementara harga yang dipatok untuk internasional sebesar 18 dollar AS per MMBTU. Sedangkan harga jual gas di Indonesia justru lebih mahal, yakni 10 dolar AS per MMBTU. (tribunews)
Berita Kilas Balik Gas LNG Tangguh.
Seperti diketahui, kontrak LNG Tangguh ke China diteken 6 September 2002 saat Presiden Megawati berkuasa, meski Pemerintah China sebenarnya menolak untuk membeli gas dari Indonesia. Belakangan, Pemerintah China melunakkan sikapnya dan menerima pasokan LNG dari Tangguh yang dialokasikan untuk Provinsi Fujian. Volume gas yang dikapalkan ke Fujian sebanyak 2,4 juta ton per tahun.
Harga gas saat kontrak diteken sebesar 2,4 dolar AS per MMBTU. Harga menggunakan formula batas atas harga minyak mentah sesuai patokan Japan Cocktail Crude. Harga atas yang ditetapkan dipatok 24 dolar AS per barel. Artinya, meski harga minyak berada di atas 24 dolar AS per barel, perhitungan formula harga gas tetap tidak bisa lebih dari harga batas atas.
Dengan mekanisme ceiling price tersebut, harga LNG Tangguh maksimal sebesar 3,35 dolar AS per MMBTU sesuai acuan harga minyak 38 dolar AS per barel, meski harga minyak mentah kini sudah menembus di atas 100 dolar AS per barel. [Harian Rakyat Merdeka]
Wapres China: Presiden RI yang Minta Murah
Wakil Presiden China Xi Jinping menyatakan Presiden RI lah (Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri -red) yang minta harga murah untuk gas alam dalam kontrak LNG Tangguh.
Pernyataan Xi ini disampaikan Wapres Jusuf Kalla saat diberi kesempatan Presiden Yudhoyono menjelaskan proses renegosiasi kontrak LNG dengan China di hadapan sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden di Kompleks Istana di Jakarta, Kamis (28/8) siang.
"Itu presiden Indonesia yang minta," kata Kalla menirukan pernyataan Xi Jinping saat mereka bertemu di Beijing pekan lalu. "Benar, karena kita ini kan bersahabat, tapi mari kita bicara jangka panjang. Kalau kita bicara jangka pendek, OK proyek ini selesai. Bisa-bisa ini tidak akan jalan," tambah Kalla, mengulang percakapannya dengan Xi waktu itu.
Penjelasan Kalla di hadapan sidang kabinet paripurna ini terkait rencana pemerintah untuk melakukan renegosiasi harga proyek LNG Tangguh. Harga gas alam dalam kontrak LNG ini dinilai sangat murah sehingga jika pada Oktober mendatang produksi gasnya sudah diekspor ke China, maka Indonesia akan mengalami kerugian.
Menurut Kalla, wapres China seorang yang sangat terbuka sehingga mau diajak berdiskusi. "Coba lihat keadaan. Masak Anda akan membeli gas negeri kami dengan harga seperdelapan dari harga dunia sekarang ini," kata Kalla lagi menirukan jawabannya kepada Xi.
Oleh karena itu, tambah Kalla, pemerintah akan mengajukan harga dan formula, dan latar belakang baru untuk merevisi kontrak LNG Tangguh. Wapres Kalla menyatakan di akhir pertemuannya dengan wapres China, keduanya sepakat untuk membentuk tim negosiasi kembali. "Dan kami akan bertemu untuk merundingkan kembali kontrak itu," kata Kalla.
Lebih jauh, mengambil hikmah kontrak LNG yang kontroversial ini, wapres minta tim yang akan dibentuk untuk menegosiaasi kembali kontrak itu tidak tergesa-gesa mengambil keputusan apalagi jika tanpa dasar. (nasional.kompas.com/)