Utang pemerintah Rp 2.023 T, tiap WNI menanggung Rp 8,5 juta
Koalisi Anti Utang (KAU) menyoroti sikap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena tidak pernah terbuka mengumumkan besaran utang dalam dan luar negeri ke publik. Dari pengamatan lembaga swadaya ini, besaran utang negara hingga Mei 2013 mencapai Rp 2.023,7 triliun.
Ketua KAU Dani Setiawan menyatakan, sejak SBY berkuasa pada 2004, peningkatan utang luar negeri pemerintah mencapai Rp 724,22 triliun. Peningkatan ini signifikan lantaran pada 2004, utang pemerintah baru sebesar Rp 1,299 triliun.
"Rata-rata setiap warga Indonesia menanggung utang sekitar Rp 8,5 juta," kata Dani dalam diskusi kemandirian bangsa di Tebet, Jakarta, Minggu (7/7).
Meski Direktorat Jenderal Pengelolaan utang Kementerian Keuangan bulan lalu melansir data yang menangkan publik bahwa pengendalian utang sudah terkontrol hingga 2033, KAU menemukan fakta berbeda.
Penambahan utang luar negeri selama era SBY, menggerus anggaran negara dan mengurangi belanja sektor publik. Buktinya anggaran kemiskinan, imbuh Dani, saat 2005 ketika SBY baru setahun berkuasa, sebesar Rp 23 triliun. Pada 2013, akumulasi kenaikannya hanya Rp 115 triliun.
"Kalau kita bandingkan, peningkatan utang di era SBY Rp 724 triliun, sementara akumulasi anggaran kemiskinan hanya Rp 115 triliun, ini jelas ada ketimpangan akibat utang kita," paparnya.
Faktor lain yang merugikan dari besaran utang luar negeri adalah besarnya beban negara untuk mencicil beban pokok utang dan bunganya. KAU mencatat, pengeluaran pemerintah sejak 2005-2012, untuk membayar beban cicilan pokok dan bunga utang sebesar Rp 1.584 triliun, mendekati total anggaran APBN tahun ini. Alhasil, wajar bila akhirnya anggaran belanja publik tergerus untuk mencicil utang.
"Ini belum memasukkan data 2013, di mana pembayaran pokok bunga utang mencapai Rp 229 triliun, kalau kita tambahkan, sudah mencapai Rp 1.800 triliun, sehingga secara finansial, suka tidak suka, utang luar negeri menggerus anggaran negara dan mengurangi belanja sektor publik," tandasnya.
Konsekuensi lainnya, besaran utang ini akan menggerus kemandirian ekonomi lebih besar. Sebab, nilai tukar rupiah kini sedang melemah dibanding dolar Amerika. "Maka besaran cicilan kita akan lebih besar, sebab cicilan beban pokok utang kita dalam mata uang asing," tegas Dani. (sardem on merdeka.com)