Setelah tulisan saya sebelumnya menguak keuntungan dari penjualan PT. Indosat kepada Singapore technologies Telemedia (STT) yang merupakan anak usaha Temasek Holding Company, MNC (Multi National Corporation) asal Singapura.
Kali ini saya akan mencoba menganalisa kerugian kita akan penjualan PT. Indosat itu yang dilakukan pada masa pemerintahan Megawati, yang nyata merupakan alat bagi para lawan Megawati untuk menyerangnya dalam pertarungan Pilpres kali ini. Banyak yang mengatakan dengan menjual PT. Indosat kepada Asing ini berarti menjual kedaulatan kita.
Berikut beberapa kerugian yang kita peroleh akibat penjualan Indosat ini :
- Pihak asing yang berinvestasi di Indonesia saat ini tidak mematuhi aturan dan Undang-undang tentang penanaman modal asing bahkan terkesan meremehkan. Pasalnya Kepemilikan STT (Temasek) atas Indosat yang memegang saham sekitar 41% itu bukan satu-satunya investasi perusahaan singapura tersebut, ini dikarenakan Temasek melalui anak usahanya yang lain Singtel (Singapore Telecommunication) juga memiliki saham pada PT. Telkomsel yang notabene milik pemerintah RI. Kepemilikan saham Singtel atas Telkomsel sekitar 35%, dengan itu maka Temasek selaku induk perusahaan atas kedua anak usahanya yang berinvestasi pada industri telekomunikasi Indonesia (PT. Indosat dan PT. Telkomsel) diklaim oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) telah melakukan pelanggaran Undang-undang Anti Monopoli dan persaingan Usaha tidak Sehat. Ini dikarenakan kepemilikan ganda temasek terhadap 2 perusahaan telekomunikasi besar indonesia yaitu dengan memiliki saham pada PT. Indosat sekitar 41% dan 35% pada PT. Telkomsel. Temasek juga terlibab kasus kepemilikan silang “Cross Ownership” terhadap investasinya itu. Semua ini jelas bahwa pihak Temasek telah menganggap remeh UU kita dan tidak menghiraukan gugatan KPPU yang tetap ngotot mebela diri walaupun akhirnya Temasek harus tunduk terhadap UU kita. Jika ini terus dibiarkan, maka pihak asing lainnya yang akan berinvestasi di Indonesia akan melakukan hal yang sama dan UU kita rasanya tak mempang menembus para investor atau korporasi asing.
- Dengan kepemilikan silang Temasek atas PT. Indosat dan PT. Telkomsel ini juga berdampak pada penetapan tarif (Price Fixing) antara tarif Indosat dan Telkomsel, sehingga Temasek dapat memonopoli harga yang menyebabkan persaingan tidak sehat antara Indosat dan Telkomsel. Hal ini juga dikarenakan para petinggi Temasek ikut berkontribusi dalam Penetapan tarif ini dan beberapa pihak dari Temasek juga ada yang menduduki posisi penting dalam struktur direksi Indosat dan telkomsel.
- Yang terakhir ini merupakan kerugian yang paling berbahaya, yaitu kedaulatan. Dengan kepemilikan silang Temasek itu dikhawatirkan dan diduga pihak/pemerintah Singapura dapat mengontrol dan mengetahui akan sistem keamanan Indonesia bahkan rahasia negara kita dapat dicuri oleh singapura. ini disebabkan salah satunya karena Temasek memiliki 41% pada Indosat yang merupakan pemilik satelit kebanggaan kita yaitu satelit Palapa, sehingga semua informasi dan data-data yang seharusnya menjadi rahasia negara RI dapat diperoleh dengan mudah oleh singapura serta keamanan nasional (National security) akan kedaulatan kita pun terancam. Keamanan merupakan perisai bagi setiap bangsa atas ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam serta menyangkut kepada masyarakat yang menjadi penghuni suatu negara (Kolektif), seperti kata Barry Buzan dalam bukunya “People, state, and Fear: The Nation Security Problem in International Relation” yaitu ” The purpose of national security is to make state or at least sufficienly secure if we reject the absolute possibility“. Bahwa tujuan dari keamanan nasional (National Security) adalah untuk membuat negara aman atau setidaknya aman jika kita menolak untuk kemungkinan nyata.
Dari semua kerugian diatas, rupanya kebijakan Megawati untuk menjual PT. Indosat mengandung resiko yang sangat besar dan merugikan bagi kita walaupun ada sisi baiknya seperti paparan pada tulisan saya sebelumnya. Tenyata dalih Megawati tentang alasan kenapa ia menjual Indosat karena untuk menghindari monopoli pemerintah terhadap kepemilikan dominan pemerintah pada 2 perusahaan telekomunikasi tersebut sebelum privatisasi, bukannya untung malah “buntung” jika kita mengacu hanya pada kerugian yang diterima.
Namun bila kita bandingkan kerugian dengan keuntungan atas penjualan tersebut, kiranya kata untung atau “buntung” yang pantas untuk menggambarkan ini semua...??? dan wajarkah Megawati mendapatkan serangan dari lawan politiknya yang menurut banyak kalangan sebagai keteledoran masa lalunya itu pada saat menjelang Pilpres kali ini??
Wangsit via note NuruL Kompasiana